Sabtu, 24 November 2007

Guru Ngaji

Perjuangan di Jalan Alloh dan kebersamaan

Profil guru ngaji
Sepertinya tak ada orang yang akan bercita-cita menajdi guru ngaji TPQ. Kalaupun ada yang ingin menjadi guru maka yang ada adalah ingin menjadi guru sekolah atau dosen. Ada dua hal yang bisa jadi menjadi penyebabnya. Guru ngaji merupakan kegiatan berjuang lahir dan bathin yang memerlukan pengorbanan materi, waktu dan tempat. Ini berarti butuh kesiapan hati untuk menatanya. Artinya, jika ini bisa disiapkan dengan sungguh-sungguh maka berarti siap menggarap lading perjuangan, berjuang di jalan Alloh, Sabilillah.
Yang kedua, mengapa banyak yang tidak ingin menjadi guru ngaji, sudah barang tentu karena sangat jarang guru ngaji yang digaji oleh pemerintah atau swasta. Kalaupun ada yang dibayar maka itu hanya sebagai pengganti bensin atau keluangan waktunya. Tentu kita tidak lantas mau menuntut gaji dari pemerintah. Karena kalau hal itu yang menjadi tujuan maka akan hilang makna perjuangannya.
Alloh sudah berjanji dalam firmannya, yang artinya kurang lebih” jika engkau menolong (agama) Alloh, niscaya Alloh juga akan menolongmu”.
Tetapi, mungkin kita juga masih bergumam, bukankah guru ngaji juga manusia yang memerlukan kebutuhan hidup? Itulah mengapa kita juga butuh keseimbangan kehidupan di akhirat dan di dunia. Karena dunia adalah lading bagi kehidupan di akhirat kelak.
Oleh karena itulah, di awal sudah kami tulis tentang perlunya menata hati dan pikiran untuk berjuang di jalan Alloh lewat jalur menjadi guru ngaji TPQ. Untuk ini pula mengapa sangat perlu menanamkan tentang kesadaran bahwa ngaji di TPQ bukan persoalan guru ngaji an sich, tetapi adalah persoalan yang yang harus ditangani bersama., dengan keterlibatan banyak pihak. Dinamika perubahan social yang terjadi di tengah masyarakat yang sudah intens terlibat dalam arus komunikasi dan informasi, harus dikawal secara keteat oelh pemahaman yang benar tentang hakikat kehidupan, yang ini hanya bisa dihandle oleh pengertian agama yang benar. Maka peran TPQ sebagai peletak dasar pemahaman keagamaan menjadi sangat strategis. Apalagi jika kita melihat perang ekonomi yang terjadi saat ini, atau yang oelh teman-teman mahasiswa sering disebut dengan kapitaslisme global.
TPQ harus bisa memainkan peran ganda, sebagai pemacu perubahan tetapi juga sekaligus pengerem perubahan itu sendiri. Pemacu perubahan berarti bagaimana mengawal perubahan itu agar bisa ke arah yang lebih baik (minadz dzulumaat, ilan nuur). Sekaligus sebagai pengerem perubahan yang kehilangan kendali.
Mungkin tema ini terlalu muluk-muluk, akan teapi sebagai sebuah idealisme tentu sangat penting sekali. Karena kecendrungan kehidupan akhir-akhir ini mengarah kepada kehidupan yang serba materi. Ukuran yang digunakan banyak orang adalah materi; keberhasilan, kesuksesan, kebahagiaan, keharmonisan dll.
TPQ dan koordinasi antar lembaga
Melihat tantangan yang demikian maka menjadi penting adanya kekuatan bersama. Baik antar guru ngaji sendiri maupun antar lembaga. Kalau di Jogja, maka yang popular adalah lewat Badko TPQ[1]. Sangat penting membangun kebersamaan guna saling memberi dan menerima ( take and give ) berbagai informasi dan kemajuan yang telah dicapai.
Di samping sebagai tempat untuk silaturahmi, pertemuan dan tadarus antar guru ngaji dan antar lembaga akan menjadi spirit tersendiri. Guru ngaji yang kebanyakan menjadi samben dalam pengajarannya akan menjadi lebih bermakna. Apalagi ditunjang dengan standar pencapaian hasil yang ditentukan, baik oelh lembaga maupun oleh pertemuan-pertemuan itu tadi. Karena yang banyak terjadi selama ini adalah kurangnya standar yang diakui bersama oleh masyarakat tentang keberhasilan ngaji bagi anak-anak.
Ini berkaitan dengan materi dan sumber daya manusianya sendiri. Keragaman metode harusnya menjadi kekayaan tersendiri bagi kita. Kita bisa saling membandingkan satu metoda dengan metoda yang lain untuk tujuan mengambil yang terbaik. Saat ini, menurut informasi ada lebih dari 30 metode yang ada di Indonesia. Sedikit menyebut misalnya, Qiroati, Iqro’,

[1] Di tempat kami ( Magelang) yang sudah berjalan adalah membangun kebersamaan lewat Badan Koordinasi Majelis Ta’lim Al Qur’an (BKMTA), di Sleman juga mulai berdiri di beberapa kecamatan; Turi, Tempel, Gamping, Seyegan.

1 komentar:

firli mengatakan...

syukron stadz...blogny udh sngt mbantu sekali...kl bisa tlng ditindak lanjuti donk...pembahasannya dengan pemaparan dengan metodenya...